Soal Perkawinan Anak, Menko Muhadjir Sebut Perlu Ada Fatwa MUI


Menko PMK Muhadjir Effendy (kiri atas) memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri di Jakarta, Senin (24/2/2020). Rakor itu membahas rencana pemulangan WNI ABK kapal pesiar World Dream. AKTUALITAS.ID/Munzir

AKTUALITAS.ID – Menko PMK Muhadjir Effendy menyebut perlu ada fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait kawin anak atau pernikahan usia anak.

MUI, kata dia, mestinya segera mengeluarkan fatwa terkait perkawinan anak. Pasalnya, kata dia, pemerintah memang tak bisa bekerja sendiri dalam memecahkan persoalan pernikahan anak yang semakin tinggi ini.

“Pemerintah tidak bisa memecahkan masalah nasional ini sendiri, perkawinan anak perlu fatwa dari Majelis Ulama Indonesia sebagai perkawinan yang tidak sesuai dengan syariat nikah, dimana setiap pernikahan hendaknya membawa kemaslahatan bagi laki-laki dan perempuan yang menikah, maupun bagi kedua keluarganya,” kata Muhadjir diskusi daring, Kamis (18/3/2021).

Menurut dia, pernikahan dilangsungkan dengan tujuan menciptakan keluarga sakinah dan memperoleh keturunan yang baik serta sehat. Kondisi tersebut, bisa tercapai pada usia saat calon mempelai telah sempurna akal pikiran dan mental, serta siap melakukan proses reproduksi.

Sebaliknya, Muhadjir menilai pernikahan anak justru bisa menghasilkan bayi yang kurang sehat, bahkan bisa membahayakan ibu atau perempuan yang menikah dan melahirkan usia anak.

“Pernikahan anak akan berpotensi menghasilkan bayi yang kurang sehat karena anak perempuan di bawah usia 18 tahun fisiknya belum siap untuk melahirkan,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.

Muhadjir menerangkan pada masa pandemi Covid-19 yang telah terjadi sejak 2020 kemarin perkawinan anak justru semakin marak terjadi. Berdasarkan data Ditjen Badan Peradilan Agama Mahkaman Agung, dispensasi nikah anak pada tahun 2020 yang dikabulkan melonjak 300 persen dari tahun sebelumnya.

Padahal setahun sebelumnya, yakni 2019, tercatat dispensasi perkawinan anak yang tercatat hanya mencapai angka 23.126 . Kemudian, pada 2020 catatan data dispensasi perwakinan anak ada 64.211 permohonan.

Tak hanya itu, menurut Muhadjir mencontek studi yang dilakukan Koalisi 18+ tentang dispensasi perkawinan terungkap 98 persen orang tua menikahkan anaknya karena sudah berpacaran atau bertunangan. Sementara itu 89 persen hakim mengatakan bahwa pengabulan permohonan dispensasi dilakukan untuk menanggapi kekhawatiran para orang tua.

“Pemerintah sebetulnya telah memiliki landasan hukum terkait perkawinan anak. UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 telah menaikkan usia minimal untuk menikah bagi perempuan dan laki-laki, yaitu 19 tahun. Namun, hal itu tidak serta-merta menjamin perkawinan anak dapat dicegah,” kata Muhadjir.

Di sisi lain, Muhadjir juga mengingatkan tingginya peran orang tua terhadap berlangsungnya perkawinan anak ini. Dia meminta agar orangtua bisa berlaku bijaksana dan memikirkan dampak panjang yang akan terjadi bila menikahkan anak.

Selain itu, Muhadjir menyebut penguatan koordinasi pemangku kepentingan yakni pemerintah dan MUI menjadi salah satu strategi untuk menekan perkawinan anak.

“Pemangku kepentingan terkait perlu memberi edukasi kepada orang tua mengenai sosialisasi pencegahan perkawinan usia dini, bahaya seks bebas dan perkawinan yang tidak tercatat, demi terwujudnya generasi bangsa yang lebih unggul,” ujarnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>