Indef: Omnibus Law Membuka Keran TKA Masuk ke Indonesia


Ekonom Indef, Bhima Yudhistira.AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai masih banyak masalah yang muncul dari Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan. Misalnya yang berkaitan dengan Tenaga Kerja Asing (TKA), outsourcing, dan upah minimum.

Menurutnya, TKA akan mudah masuk ke Indonesia seandainya Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan disahkan. Omnibus Law membuat negara melonggarkan para TKA untuk bisa bekerja di Indonesia.

“Di situ dengan spesifik, bahkan bicara untuk startup, tidak perlu adanya rencana pengesahan izin pemerintah pusat soal penggunaan TKA,” kata Bhima, saat menjadi pembicara dalam diskusi berjudul “Omnibus Law RUU Tentang Cipta Kerja Untuk Siapa” di kantor Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2020).

Menurut dia, kelonggaran terhadap TKA membuat semangat membuat Omnibus Law dipertanyakan yakni menghadirkan investasi sehingga menyerap tenaga kerja lokal.

“Judul Omnibus Law sudah salah. Seharusnya bukan Omnibus UU cipta kerja, tetapi cipta kerja tenaga asing,” kritik Bhima.

Lebih lanjut, Bhima juga mengkritisi persoalan outsourcing yang muncul di Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan. Menurut dia, sistem outsourcing yang muncul di Omnibus Law hanya menguntungkan pengusaha.

Dia menjelaskan, pekerja outsourcing awalnya hanya bisa digunakan di sektor nonkorporasi. Setelah Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan disahkan, pengusaha bisa memakai pekerja outsourcing di segala bidang.

“Tadinya untuk nonkorporasi. Sekarang tidak ada batasan. Artinya apa? Sebagai pemilik modal happy, tentunya happy dengan aturan ini. Kalau saya punya pabrik, di pabrik ada karyawan tetap, saya pecatin,” ucap dia.

Selanjutnya, Bhima turut mengkritisi ketentuan upah minimum yang masuk di dalam Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan. Dalam draf yang baru, penetapan upah minimum mengikuti pertumbuhan ekonomi di daerah.

“Artinya apa? Artinya kita akan melihat, ketika pertumbuhan di daerah minus, maka tahun depan, pekerjanya itu mengalami penurunan upah. Bukan naik, tetapi turun. Efeknya apa? Efeknya penggerusan daya beli masyarakat,” ucap dia.

“Jadi daerah yang minus pertumbuhan ekonominya, kemudian turun upahnya, tahun depan lagi, daerah itu bukan lagi positif, justru semakin amblas. Pekerja akan meninggalkan daerah yanh pertumbuhan ekonominya negatif,” tutur dia.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>