Tak Dapat Bantu Negera Pulih, Pemimpin Kristen Desak Pemerintah Lebanon Mundur


Patriark Kristen Maronit, Bechara Boutros al-Rai, Foto: Istimewa

Ribuan warga Lebanon terus melanjutkan unjuk rasa untuk menggulingkan pemerintahan, Minggu (9/8/2020). Bahkan pemimpin Kristen Maronit terkemuka negara itu mendesak kabinet harus mundur setelah ledakan dahsyat pekan ini di Beirut.

Patriark Kristen Maronit, Bechara Boutros al-Rai, mengatakan kabinet harus mundur karena tidak bisa mengubah cara jalannya pemerintahan. “Pengunduran diri seorang anggota parlemen atau menteri tidak cukup. Seluruh pemerintah harus mengundurkan diri karena tidak dapat membantu negara pulih,” katanya dalam khotbahnya.

Menteri Informasi Manal Abdel Samad, mengatakan telah mengundurkan diri pada hari yang sama. Keputusan itu diambil dengan alasan ledakan dan kegagalan pemerintah melakukan reformasi.

Para pengunjuk rasa telah meminta pemerintah mundur karena dinilai melakukan kelalaian yang menyebabkan ledakan pada 6 Agustus. Unjuk rasa yang berakhir dengan kekerasan memuncak pada Sabtu (8/8). Protes itu pun menjadi yang terbesar sejak Oktober ketika ribuan orang turun ke jalan untuk menuntut diakhirinya korupsi, pemerintahan yang buruk, dan salah urus.

Sekitar 10 ribu orang berkumpul di Martyrs Square, yang diubah menjadi zona pertempuran pada malam hari antara polisi dan pengunjuk rasa. Massa mencoba mendobrak penghalang di sepanjang jalan menuju parlemen. Beberapa demonstran menyerbu kementerian pemerintah dan Asosiasi Bank Lebanon.

Pengunjuk rasa diserang puluhan tabung gas air mata yang ditembakkan ke arah mereka. Sebagai balasan, mereka melemparkan batu dan petasan ke arah polisi antihuru-hara, beberapa di antaranya dibawa ke ambulans. Seorang polisi tewas dan Palang Merah mengatakan lebih dari 170 orang terluka.

“Polisi menembaki saya. Tapi itu tidak akan menghentikan kami berdemonstrasi sampai kami mengubah pemerintah dari atas ke bawah,” kata pensiunan perwira militer Younis Flayti.

Ledakan dahsyat 6 Agustus menewaskan 158 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang. Peristiwa itu menghancurkan beberapa bagian kota dan memperparah krisis politik dan ekonomi selama berbulan-bulan. “Orang harus tidur di jalanan dan berdemonstrasi menentang pemerintah sampai pemerintah jatuh,” kata pengacara Maya Habli.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>