Film Seks Edukasi, Solusi Remaja?


Belum selesai polemik film Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho yang ramai diboikot. Kini muncul film yang juga menuai kontroversi yang sedang tayang di bioskop bulan ini yaitu Dua Garis Biru.

Alih-alih memboikot film ini, pemerintah menilai Dua Garis Biru menggambarkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam program remaja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M. Yani di Jakarta, mengatakan film Dua Garis Biru dapat membantu BKKBN dalam menjangkau remaja Indonesia lebih luas dengan program Generasi Berencana (GenRe). 

Hal serupa diungkapkan oleh Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani, yang mengatakan bahwa film Dua Garis Biru bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja yang menontonnya.

Sekilas yang dilihat dalam trailer film tersebut pesan yang tersirat hanyalah tentang bahaya menikah muda, ketidaksiapan secara mental, fisik dan pemikiran akan dihadapkan dgn berbagai konflik rumah tangga. Di sisi lain dipertontonkan gaya pacaran anak remaja, berkhalwat hingga kebablasan berzina dan hamil, justru inilah akar permasalahannya. 

Pemerintah yang mempunyai kebijakan untuk menekan angka menikah di usia muda. Harusnya lebih concern pada penanggulangan pergaulan bebas yang saat ini angkanya makin meroket. Bagaimana mungkin memerangi pergaulan bebas, sedang pergaulan bebas itu sendiri dipertontonkan, dibuat sebuah film. 

Maka, diharapkan pemerintah harus mengambil peran, tidak sekedar menjadi komoditi, terbawa arus liberalisasi hingga akhirnya justru menghancurkan generasi. Dalam sistem Islam, seni yang salah satunya adalah film bisa menjadi sarana dakwah dan edukasi bagi masyarakat.

Negara dalam hal ini pemerintah, mempunyai fungsi sebagai pemeran utama mengendalikan produksi film. Bukan hanya kita sebagai penonton yang harus memilah tontonan, tapi sudah saatnya pemerintah aware terhadap konten atau isi dalam sebuah tontonan.

Film memang menjadi salah satu media yang mudah masuk di kalangan remaja, tapi apakah ini bisa jadi solusi? 

Film tentu tidak selamanya buruk, menonton tidak selamanya memiliki dampak negatif, kembali lagi tergantung seperti apa konten atau isi film tersebut. Karena Isi sebuah tontonan akan berpengaruh pada pemikiran, bahkan lebih jauh bisa jadi berpengaruh pada sikap dan karakter seseorang.

Ketika yang dipertontonkan adalah hal positif akan menimbulkan dampak positif, begitu pun sebaliknya. Bahayanya generasi muda seringkali dicekoki dan disuguhkan tontonan yang tidak semestinya dipertontonkan.

Pengirim: Vini Yustia Rahmatunisa, ibu rumah tangga dan pengurus majelis Ta’lim Bandung

Disclaimer: WargaNet adalah wadah bagi pembaca Aktualitas.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Aktualitas.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>