Pembatalan Iuran BPJS Terkendala Perpres, DPR: Lamban dan Birokratis


Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati saat menjadi narasumber diacara diskusi Dialektika dengan tema "Efek Domino Virus Corona" di Ruang Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III Parlemen, Senayan, Kamis, (6/2/2020). AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati medesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Perpres tentang pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya, jika Perpres tersebut belum dikeluarkan Jokowi, BPJS Kesehatan tidak akan merealisasikan keputusan MA tersebut.

“Kita sudah rapat dengan BPJS Kesehatan, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan DJSN. Kita mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan Perpres yang mencabut, mengubah Perpres sebelumnya dan melaksanakan keputusan MA. Seharusnya sudah berlaku sejak 1 April 2020. ” ujarnya kepada Aktualitas saat dihubungi Senin (4/5/2020).

Menurutnya, pembatalan eksekusi Keputusan MA Nomor 7P/ HUM/ 2020 kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlarut larut ini sangat membebani rakyat ditengah kondisi pandemi saat ini.

“Kita sayangkan masalah pemenuhan hak rakyat ini kok berbelit hanya terkendala urusan birokrasi regulasi,” tegasnya.

Mufida mengungkap BPJS sudah menerima surat terkait keputusan MA pada 31 Maret 2020. Kemudian ada laporan dari banyak masyarakat iuran untuk Mei masih menggunakan tarif yang sudah dinaikkan. Artinya, kata dia, sudah dua bulan Keputusan MA belum dijalankan oleh Pemerintah yang tak kunjung mengeluarkan Perpres.

“Ada hak peserta yang dirugikan karena per 1 April seharusnya menggunakan harga iuran lama tapi sampai tagihan Mei masih ditagih dengan iuran yang naik. Kalau Pemerintah beritikad baik melihat kesulitan rakyatnya, satu hari saja bisa keluar Perpres. Ini hal yang sederhana sebenarnnya kok. Dua bulan terlalu lama,” tegas mantan anggota DPRD tersebut.

DPR, ungkap Mufida, bahkan juga mengusulkan agar BPJS Kesehatan langsung saja melaksanakan keputusan MA karena situasi masyarakat yang terdampak COVID-19. Saat ini daya membayar masyarakat untuk iuran apapun menurun drastis.

“Sekarang kalau iuran naiknya Rp 50 ribu per kepala, satu rumah ada empat kepala jadi naiknya Rp 200 ribu. Di era Covid-19 seperti ini uang Rp 200 ribu sangat berharga sekali. Sensitivitas pemerintah itu bagaimana? BPJS Kesehatan tidak berani langsung menaikkan karena mereka beralasan sebagai operator bukan regulator,” ungkap Mufida.

Selain itu, lanjut Mufida, Komisi IX DPR RI juga mendesak agar ada kompensasi yang dilakukan BPJS Kesehatan untuk memotong iuran BPJS bulan April dan Mei 2020.

“Hasilnya BPJS Kesehatan berkomitmen untuk selisih iuran pada bulan April dan Mei akan dibayarkan di bulan berikutnya. Mei ini harus keluar Pepres sehingga iuran Juni sudah kembali ke harga awal sebelum dinaikkan,” ujar Anggota DPR RI Dapil II DKI Jakarta ini.

Dirinya menambahkan, BPJS Kesehatan dan juga BPJS Ketenagakerjaan melakukan relaksasi pembayaran iuran dengan kondisi COVID-19.

“Semua sektor terpukul. Kemampuan masyarakat untuk membayar iuran-iuran juga menurun. Berika relaksasi iuran tapi dengan tetap melakukan pelayanan meski telat membayar iuran. Ini tugas negara untuk membantu rakyatnya yang kesulitan,” pungkasmnya. [Kiki Budi Hartawan]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>