Jika Digelar 9 Desember, Bawaslu Ungkap Potensi Maladministrasi Pilkada 2020


Ketua Bawaslu RI abhan. AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan

AKTUALITAS.ID – Bawaslu mengungkap potensi maladministrasi pemilu apabila Pilkada Serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Salah satunya adalah potensi abuse of power yang dilakukan petahana dengan modus bantuan sosial di tengah pandemi Corona (COVID-19).

“Dari pandangan kami, memang ada beberapa potensi maladministrasi pemilu atau potensi pelanggaran manakala (Pilkada Serentak) di 9 Desember 2020, yang pertama abuse of power yang hari ini kita bisa sampaikan dari petahana dan juga barangkali akan merebaknya politik uang. Dan tentu yang lain soal data pemilih yang kurang akurat, regulasi kurang belum selesai, verifikasi calon perseorangan belum maksimal, kemudian soal logistik dan terjaminnya seluruh pihak,” kata Ketua Bawaslu RI, Abhan, dalam diskusi daring, Selasa (5/5/2020).

Abhan mengungkapkan, ada potensi penyalahgunaan bantuan sosial di masa pandemi COVID-19 bagi petahana yang akan maju kembali di Pilkada 2020. Menurutnya seharusnya petahana itu percaya diri, tanpa melakukan upaya kampanye terselubung dalam bentuk bansos Corona.

“Fokus hari ini adalah soal potensi abuse of power bagi petahana dan money politics. Sebetulnya bahwa petahana ini harus percaya diri karena sebagai petahana tentu sudah dikenal, tetapi alih-alihnya bisa percaya diri malah ini potensinya penyalahgunaan terhadap bantuan COVID-19 ini,” ujar Abhan.

Abhan mengatakan di beberapa daerah sudah terjadi hal semacam itu dengan modus bantuan sosial terkait penanganan Corona. Bantuan itu diberi label dan simbol-simbol kepala daerah, ada yang diberi jargon-jargon kampanye periode sebelumnya meskipun saat ini belum masa kampanye.

“Dan yang ketiga adalah pemberian bansos tidak mengatasnamakan pemerintah, tetapi atas nama langsung pribadinya,” ungkap Abhan.

Di sisi lain, Abhan juga mengungkap adanya kendala dalam penerapan UU 10/2016 Pasal 71 dan Pasal 73. Dalam Pasal 73 UU 10/2016, tertuang aturan melarang calon dan/atau tim kampanye menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

“Saat ini pertama belum ada calon, juga belum ada tim kampanye secara formal yang didaftarkan kepada KPU, dan juga belum masanya kampanye. Kalau seandainya sudah ada penetapan calon belum adanya masa kampanye, maka bisa kita kenakan dengan nanya kampanye di luar jadwal karena belum saatnya kampanye tapi sudah melakukan kampanye, mana kala sudah ada penetapan paslon tapi saat ini belum ada paslon,” katanya.

Hambatan lainnya adalah belum adanya perppu penundaan pilkada sehingga belum ada kepastian hukum. Abhan mengatakan Pasal 71 ayat 1 UU 10/2016 mengatur larangan bagi kepala daerah menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain, dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

“Sekarang pertanyaannya nanti bahwa penetapan calon akan mundur kembali, ini problem hukum dari sisi ketidakpastian ketika penundaan dan perppu belum keluar,” ungkapnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>