Buka Saat PSBB, Asphija Minta Pemprov DKI Tertibkan Restoran Ala Bar di Jaksel


Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani

AKTUALITAS.ID – Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani meminta Pemprov DKI menertibkan restoran yang menyajikan pelayanan menyerupai bar, pub, dan diskotek.

Menurut Hana, restoran seperti itu banyak beroperasi di sekitar Kemang dan Senopati-Gunawarman, Jakarta Selatan (Jaksel). Hana mengatakan, dirinya banyak menerima keluhan dari anggotanya.

“Para pengusaha hiburan itu mengeluh. Mereka menerima alasan tidak beroperasi karena pandemi ini. Tapi restoran-restoran seperti ini yang membuat mereka geram. Selain merebut pasar, tempat ini rawan penularan. Kalau terjadi penularan, artinya pengusaha hiburan semakin lama tidak beroperasinya,” katanya, Senin (22/6/2020).

“Pemprov DKI baru memberikan restu kepada restoran untuk beroperasi di masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar) transisi. Itu pun dengan protokol kesehatan yang ketat,” lanjutnya.

Namun, dalam praktiknya, lanjut Hana, mereka menjual minuman beralkohol kadar tinggi dan menyajikan musik yang membuat tamu bergoyang sehingga melanggar protokol kesehatan.

Berdasarkan aturan, restoran hanya boleh menyajikan minuman keras golongan A, atau minuman beralkohol dengan kadar etanol sebesar 1% sampai dengan 5%.

“Mereka hanya boleh sajikan bir atau minuman lain yang kadar alkoholnya di bawah 5%. Kalau lebih dari itu, izinnya harus bar. Bar merupakan tempat hiburan yang belum boleh beroperasi selama PSBB transisi,” ungkapnya.

Hana pun mengaku telah melaporkan hal itu ke Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI. Ia pun mengapresiasi langkah Disparekraf yang bekerja cepat merespons laporannya.

“Ada beberapa lokasi yang telah diberi sanksi dan disegel, tapi kebanyakan karena menampilkan live DJ. Sementara soal penjualan minuman keras belum ada. Harusnya petugas memeriksa perizinan mereka. Izinnya memperbolehkan atau tidak menjual minuman keras dengan kadar alkohol di atas 5 persen,” ujarnya.

Jika dilihat dari besaran pajak, lanjutnya, restoran dan tempat hiburan yang resmi sangat berbeda jauh.

“Restoran itu pajaknya hanya 10%, sementara bar, pub, dan diskotek itu 25%. Kalau restoran beroperasi layaknya tempat hiburan, ini tidak adil,” katanya.

Dia pun mengatakan, akan mengajukan komplain mengenai hal itu ke Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta.

Dia mengatakan, semua ketertiban dalam operasi tempat hiburan kembali kepada ketaatan pengusaha dalam menjalankan usaha secara benar.

“Saya imbau kepada sesama pengusaha hiburan untuk menaati semua aturan operasional yang sudah ditetapkan dan mematuhi protokol pencegahan covid-19 dari pemprov. Jangan karena beberapa pengusaha yang bandel, akhirnya kita semua jadi tambah susah. Usaha hiburan malam baru akan dibuka pada fase kedua dan itu juga apabila usaha pada fase pertama bisa berjalan dengan baik,” katanya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>