Sekretaris Fraksi Gerindra Nilai UU Cipta Kerja Datangkan Investor ‘Tidak Waras’


Sekretaris Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa , Foto: Istimewa

AKTUALITAS.ID – Sekretaris Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa menilai, Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja bertujuan untuk menampung perusahaan asing masuk ke Indonesia. Menurutnya, tidak serta merta investasi dari asing itu mendatangkan insentif bagi Indonesia.

Justru, kata dia, investasi tersebut akan berujung pada kerugian besar. Apabila pemerintah tidak memiliki strategi jitu dalam menghadapi investor asing tersebut.

“Padahal kalau yang diundang itu adalah investor yang ‘waras’, maka yang dibutuhkan adalah stabilitas politik, pemerintahan yang transparan dan bersih dari praktik pungli dan korupsi, serta tenaga kerja yang produktif dan terampil. Tidak masalah jika mereka harus membayar sedikit lebih mahal untuk masuk ke sini,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/10/2020).

“Tapi karena hal itu tidak bisa diwujudkan maka yang dilakukan adalah jalan pintas melalui (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang memberikan karpet merah bagi investor tapi bukan investor waras melainkan investor bermasalah yang bakal merugikan bangsa Indonesia dalam jangka panjangnya. Apakah ini yang memang dikehendaki oleh pemerintah yang sekarang berkuasa?” imbuhnya.

Desmond menuturkan, perusahaan yang disebut tidak waras tersebut milik Amerika Serikat yang sebelumnya berkantor di China. Dia bilang, pada awal tahun 80-an, Amerika mengalami dampak daripada maraknya limbah industri, polusi dan kerusakan lingkungan bahkan penyakit kanker yang mulai akrab dengan rakyatnya. Hal itu akibat daripada aktivitas pabrik-pabrik yang telah melampaui batas produksi sehingga mencemari ekosistem yang ada.

Kemudian, pemerintah AS berinisiatif untuk memindahkan lokasi pabrik-pabrik tersebut ke China. China pun dengan senang hati menerima investor dari Amerika tapi tidak serta merta begitu saja. China memiliki tujuan yaitu menguasai teknologi mutakhir baik software dan hardware maupun barang yang berkualitas super hingga abal. Setelah menguasai itu semua, China dengan insiatif meminta pabrik-pabrik itu pindah dari negaranya.

“Pabrik-pabrik ‘buangan’ inilah yang coba diperebutkan India, Vietnam, Indonesia lewat Omnibus Law-nya, termasuk negara-negara yang sedang putus asa lainnya. Indonesia sebagai salah satu negara yang memperebutkan peluang itu membuka dirinya lebar-lebar tanpa memikirkan resiko besar daripada dampak negatifnya,” ucapnya.

“Di sini investor bermasalah itu diberikan karpet merah melalui Omnibus Law Cipta kerja karena kemudahan-kemudahan yang bakal mereka terima,” jelas Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

Desmond pesimis pemerintah tidak dapat melakukan ambil alih teknologi dari proses produksi pabrik-pabrik asing yang ada di Indonesia. Sebab, China tidak hanya mentransfer tenaga ahlinya semata, tapi termasuk tenaga-tenaga kasarnya. Sehingga, proses ambil alih teknologi sulit dilakukan.

“Kalau China dahulu mengundang investor luar dari Amerika karena punya tujuan jelas untuk alih teknologi bagi warganegaranya, apakah Indonesia dengan Omnibus Law-nya akan mempunyai agenda yang sama?” terangnya.

“Rasanya ini sulit terjadi mengingat yang sekarang saja bukan hanya tenaga ahli yang didatangkan, tapi sampai buruh-buruh kasarnya. Selain itu bagaimana proteksi terhadap kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, perlindungan pekerja lokal dan nasib pribumi dengan datangnya investasi mereka?” tutup Desmond.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>