Presiden Jokowi Dituding Tidak Netral, TKN: Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres


Presiden Joko Widodo berpidato dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tahun 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Sidang ini dilakukan secara luring dan daring dengan menghadirkan sejumlah tamu undangan. Adapun 60 undangan yang akan hadir secara fisik adalah presiden den wakil presiden, pimpinan MPR (10 orang), ketua fraksi/kelompok DPD (10 orang), pimpinan DPR (5 orang), ketua fraksi di DPR (9 orang), pimpinan DPD (4 orang), perwakilan subwilayah (4 orang) dan sisanya menyaksikan secara virtual. AKTUALITAS.ID/POOLAKURAT.CO/Sopian

AKTUALITAS.ID – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Habiburokhman memberikan klarifikasi atas tudingan sebagian pihak yang menyebut Presiden Jokowi tidak netral karena memberikan sinyal dukungan untuk paslon nomor urut 02.

Habiburokhman membantah bahwa dukungan Presiden Jokowi terhadap Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan pelanggaran etika sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan.

Habiburokhman mengatakan, secara hukum Presiden Jokowi sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun termasuk Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

“Narasi tersebut adalah sesat karena secara prinsip dan etik, tidak ada yang salah juga. Tidak ada satu ketentuan hukum pun yang dilanggar kalau Pak Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres,” kata Habiburokhman dalam jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Rabu, (24/1/2024)

Menurut Habiburokhman, setiap WNI dijamin hak politiknya secara konstitusi tak terkecuali bagi Presiden RI. Hal itu seperti tercantum pada Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 yang mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

Politisi Partai Gerindra itu menyayangkan sesat pikir yang dinarasikan sejumlah kalangan yang menganggap bahwa seolah-olah Presiden Jokowi akan menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan paslon nomor urut 02.

Apalagi, konstitusi mengenal konsep incumbent (Petahana) di mana seseorang dapat dipilih sebagai Presiden RI dalam dua periode bahkan secara berturut-turut.

“Logika tersebut runtuh sejak awal karena Pasal 7 konstitusi bahkan mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent,” katanya.

Habiburokhman pun menyebut sejumlah contoh yang terjadi di Amerika Serikat, di mana seorang Presiden incumbent mendukung bahkan berkampanye untuk salah satu calon presiden periode berikutnya.

“Tahun 2008 Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan Barrack Obama, tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump,” papar Habiburokhman.

Ia pun meminta masyarakat untuk tidak khawatir secara berlebihan. Sebab hingga saat ini, negara masih memegang aturan yang ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang didukung.

Aturan yang dimaksud Habiburokhman itu termuat dalam Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 yang secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Selain itu, lanjut Habiburokhman, negara juga memiliki Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan mengamati langkah-langkah seputar pemilu, di mana kinerja mereka dipantau oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Intinya kita tidak perlu khawatir apabila Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Habiburokhman.

Presiden Jokowi Tetap Netral

Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Meutya Hafid, meluruskan tudingan Presiden Jokowi tidak netral karena buntut dari pernyataan presiden saat mendampingi Menhan sekaligus Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto menerima pesawat Super Hercules C-130J-30 di Bandara Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024).

Meutya Hafid yang menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI dan juga turut menghadiri kegiatan tersebut menjelaskan, saat ditanya wartawan terkait hak presiden memilih, Jokowi hanya mengatakan ‘kita lihat nanti’.

“Jadi, artinya beliau juga tidak menutup kemungkinan, tapi beliau sampai saat ini juga berarti dengan jawaban beliau adalah masih netral,” kata Meutya.

Meutya mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi tersebut perlu dihargai. Menurutnya, presiden hingga sekarang tetap tidak menunjukkan keberpihakan kepada salah satu paslon peserta pemilu.

“Dengan sekian banyak persepsi dan tuduhan, beliau (Jokowi) tetap bertahan dalam kerangka tidak mendukung paslon, kemudian tidak menunjukkan keberpihakan,” tegasnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>