Ketika Rasulullah SAW Berkisah Soal Tobat Sang Pembunuh


Rasulullah Shallalahu Alaihi Wassalam pernah berkisah. Dahulu kala, ada seorang penjahat dari bani israil yang sudah membunuh 99 orang. Suatu hari, sang pembunuh kelas kakap itu ingin bertobat.

Didatangilah seorang ulama. “Saya telah membunuh 99 manusia, kalau saya bertobat sudikah kiranya Allah menerima tobat saya,” tanya pria tersebut.

“Dosamu sangat besar. Betapa banyak jiwa yang kau hilangkan hak hidupnya. Tidak. Allah tidak akan menerima tobatmu,” kata Ulama tersebut.

Sang penjahat terkejut dengan ucapan ulama tersebut. Ia langsung menghunuskan pedangnya. Ia bunuh ulama tersebut. Genaplah 100 korban pembunuhan pria tersebut.

Keesokan harinya ia kembali bertanya kepada seorang ulama. “Saya ingin bertobat, saya telah menghilangkan 100 nyawa, menurut Anda mungkinkan Allah menerima tobat saya,” kata dia.

“Selagi nyawa belum sampai di tenggorokan, pintu tobat masih terbuka. Tetapi ada syarat yang kamu harus penuhi. Kamu haris pindah ke desa sebelah. Desamu pusat kriminalitas. Kalau tetap di sana, kamu akan kesulitan menjaga diri. Sedangkan desa sebelah adalah pusat kesalehan. Kalau tinggal di sana banyak perbuatan baik yang akan menarikmu ikut,” kata ulama tersebut.

Didorong niat yang kuat bertobat, bergegaslah pria tersebut menuju desa yang dimaksud ulama tersebut. Setengah perjalanan, tiba-tiba pria tersebut menderita sakit parah dan sekarat.

Malaikat adzab dan malaikat rahmat datang bersamaan mendekati Izrail yang tengah bersiap-siap mencabut nyawa pria tersebut. “Izrail, serahkan jiwa pembunuh ini. Aku akan segera menyeretnya ke neraka,”” kata Malaikat Adzab.

“Tidak Izraeil, ia telah bertobat. Ia seorang hamba Allah. Serahkan kepadaku saja. Aku membawanya ke surga,” kata malaikat rahmat.

“Tetapi dia belumlah berbuat baik sedikutpun,” tanya malaikat adzab.

“Setidaknya ia punya iktikad untuk berbuat baik,” jawab malaikat rahmat.

Karena kedua malaikat itu berdebat. Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Izrail untuk menjadi penengah, yakni untuk mengukur langkah yang telah dicapai si pembunuh. Jika lebih dekat dengan maksiat berarti hak malaikat adzab, kalau lebih dekat dengan desa saleh maka menjadi hak malaikat rahmat.

Diukurlah jarak antar keduanya. Hasilnya, pria tersebut lebih dekat kepada desa saleh sehingga malaikat rahmat yang berhak membawa jiwa sang pembunuh untuk membawanya ke surga.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>