Rapat Komisi VIII DPR: BNPB Tidak Layak Tangani Pandemi Corona di Indonesia


Logo BNPB

AKTUALITAS.ID – Kinerja gugus tugas penanganan Covid-19 menjadi sorotan dalam rapat Komisi VIII DPR bersama pejabat BNPB. BNPB dinilai tak layak dalam bekerja menanggulangi pandemi Corona di Indonesia.

Anggota Komisi VIII asal fraksi PKS Iskan Qolba Lubis misalnya. Dia menyoroti manajemen yang dilakukan gugus tugas dalam hal ini BNPB pimpinan Doni Monardo.

“Sesudah mendengar bapak Sestama tadi ada beberapa kesimpulan yang saya dapatkan pertama gugus tugas ini mengelola problem ini manajemennya kalau saya nilai tidak lulus,” ujar Iskan dalam rapat bersama Sestama dan Pejabat Eselon I BNPB, Selasa (12/5/2020).

BNPB harusnya memiliki data yang terperinci misalnya terkait kebutuhan dan keterpenuhan APD dari pusat hingga daerah. Juga harus memiliki mekanisme pengadaan APD begitu dibutuhkan rumah sakit (RS).

“Harus kuat data. berapa rumah sakit, berapa dokternya, berapa tren tiap hari yang masuk berapa yang ada di situ APD berapa yang dibutuhkan, berapa kurangnya. Kita dapat dimana, mau beli dimana. Begitu dong gugus tugas,” ujarnya.

“Ini semua semua belanja tapi tidak jelas kurangnya dimana, nggak ada sama sekali. Kalau saya tanya Sestama apa yang dibutuhkan Sekarang oleh RS Adam Malik Medan, bisa jawab nggak,” lanjut Iksan.

Menurut dia, data yang dimiliki BNPB tidak perlu harus dalam tampilan yang terlalu rumit. Intinya datanya jelas dan terperinci. Dia kesal, data yang disajikan BNPB dalam rapat untuk melaporkan kinerja ke DPR amburadul.

“Pertama dari segi manajemen ini sudah parah. Itu minimal buat di Excel selesai itu. Harus ada dong. Saya minta harus serius ini. Saya minta ini disetop dulu (RDP) ini diubah dulu manajemennya,” ungkapnya.

Dia berharap ke depan, Pemerintah, khususnya gugus tugas harus dapat menampilkan data yang lebih terperinci soal penanganan Covid-19. Mengingat pemerintah memiliki semua sarana dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan data yang berkualitas.

“Pertemuan berikutnya data itu harus ada, berapa yang sudah beli, siapa yang membelikan, bikin Excel aja. kalau nggak perlu BNPB saya kasih staf saya untuk kesitu. Ini parah sekali ini. Nyawa manusia ini. Tolong beritahu ke Pak Jokowi. Manajemennya parah,” imbuhnya.

“Saya ingin tahu ke depan ada data. Kalau saya tanya RS Padang Sidempuan berapa APD-nya berapa yang ada, harus ada datanya. Negara itu punya segalanya. Punya uang punya staf, punya Menteri. Cuma satu Yang tidak punya, manajemen berantakan,” tandasnya.

Kritik juga dilontarkan oleh Anggota Komisi VIII asal fraksi PKS Bukhori Yusuf. Dia menyoroti tingkat kematian di Indonesia yang lebih tinggi ketimbang negara lain.

“Jadi kita lihat data sampai tanggal 7 kemarin. Total kasus di Amerika itu sekitar 1.270.763. Di Singapura 20.000 di Indonesia. 12.000. Poin saya, tingkat kesembuhan kita dibandingkan kematiannya masih sangat tinggi. Indonesia ini tingkat kematian terhadap kasus ini masih 7,27 persen. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika jauh lebih tinggi dari rata-rata dunia,” kata Bukhori dalam rapat tersebut.

Masih tingginya angka kematian tersebut,, tegas dia, menunjukkan buruknya pelayanan yang diberikan BNPB dalam penanganan Covid-19. Dia juga menyoroti kepedulian BNPB terhadap nyawa masyarakat.

“Ini maknanya pelayanan sangat buruk. Bahwa kita memang tidak begitu care dengan nyawa manusia,” tegas dia.

Data BNPB terkait penanganan Covid-19 juga menjadi sorotan Bukhori. Sebab, dia menilai, data yang dimiliki BNPB tidak lengkap dan terperinci.

Menurut dia, BNPB seharusnya betul-betul memainkan perannya sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Hal itu sepadan dengan anggaran BNPB yang cukup besar.

“Ini artinya strategi BNPB yang kemudian jadi pertanyaan besar untuk saya. Anggaran yang besar ini dipakai untuk apa? Kalau kemudian kita kembali ke kebijakan besar yang dilakukan BNPB,” terang dia.

“Di dapil saya di kota Semarang saja ada IDI Jawa Tengah hanya untuk meminta APD untuk 4 kota/kabupaten itu tidak ada sama sekali tidak direspon. Kami mencari sendiri pak,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Laksdya TNI (Purn) Moekhlas Sidik menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) keliru menunjuk BNPB untuk menangani Coivd-19. Sebab BNPB tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi hingga ke daerah.

“Kekeliruannya pemerintah menunjuk gugus tugas Covid-19 kepada BNPB. Kenapa yang pertama kemampuan komando dan pengendalian tidak punya sampai daerah-daerah. Sifatnya hanya koordinasi. Bukan komando pengendalian,” kata Moekhlas.

Karena hubungan yang dibangun cuma sebatas koordinasi, lanjut dia, BNPB tidak memiliki kekuatan untuk berbuat banyak dalam penanganan Covid-19 hingga ke daerah. Hal itu menjadi alasan BNPB berkinerja buruk.

“Akibatnya data yang bapak paparkan tadi hanya hasil koordinasi. Oh kamu kumpulkan data. Ini lah data. Cuma itu Pak. Karena tidak punya power untuk ‘Eh kami salah’, ‘kamu tidak boleh’, ‘kamu jungkir ke sana’. Tidak punya bapak. Itu menjadi sebab kinerja bapak seperti ini,” tegasnya.

Selain itu, BNPB dia nilai tidak dapat mengatur Kementerian-Kementerian yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Dengan demikian, terjadi tumpang tindih kebijakan di pihak pemerintah.

Kedua, lanjut Ketua Harian Gerindra itu, dengan pengendalian yang lemah hanya koordinasi, maka kinerja kementerian yang lain yang harusnya bisa dipimpin berjalan tidak semestinya.

“Sekarepnya dewe, semaunya. Tumpang tindih temuan di daerah tidak sama satu dengan yang lain,” ungkap Moekhlas.

“Akibatnya inilah yang dirasakan masyarakat sehingga sampai sekarang Covid-19 bukan turun, tapi justru naik. Itu saja, sampaikan kepada Komandan Bapak. Pada Pak Doni. Perlu komando pengendalian yang kuat. Kita tentara, modal untuk bisa menghasilkan output kinerja yang maksimal,” tandasnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>